Cinta Pada Pandangan Pertama, Cuma Mitos ~ Love at first
sight, kata orang Amrik, atau le coup de foudre kata orang Perancis. Konsep
yang menarik, namun sayangnya meleset dari kenyataan. Sensasi yang muncul itu
bukanlah ‘rasa cinta’, atau setidaknya bukan cinta seperti yang selama ini
umumnya orang pikir.
Sekalipun bervariasi,
umumnya yang kita alami ketika itu terjadi adalah kelenjar yang menghangat,
mengirim impuls listrik yang membuat tangan lutut lemas, gemetar, telapak
berkeringat, lidah kelu, mudah bergonta-ganti mood, dsb. Ditelaah secara
saintifik, cinta pada pandangan pertama jauh lebih tepat dikoreksi menjadi
nafsu pada pandangan pertama.
Seorang
antropolog Rutgers University menjelaskan bahwa pria cenderung lebih mudah
untuk mengalami fenomena cinta pada pandangan pertama karena sistem hormon
seksual pria sangat sensitif terhadap elemen visual.
“Something happens to Sam (male) and Margo (female) as soon
as they size each other up. Chemicals begin seeping into their brains. They
begin to feel good. They flush. They’re happy and excited. And then, a
short-time later, Sam finds himself looking across a candlelit dinner table at
her who has a tail of linguine dangling between her lips, and he decides right
then that life simply cannot go on without her. Men are so visual, that’s why
the whole porn industry is built around them.”
Sensasi yang
muncul akibat gejolak pandangan-pertama tersebut sepenuhnya berada dalam area
ketertarikan fisik. Tubuh kita tertarik akan apa yang kita lihat dan meresponi
dengan rasa menginginkannya untuk alasan-alasan biologis (atau lebih spesifiknya
lagi, seksual). Jadi setiap ada peserta workshop yang berkomentar, “Uh, yang
itu selera saya banget, benar-benar cinta pada pandangan pertama!” saya memukul
kepalanya dan berkata, “Hormon, enyahlah!”
Cinta, atau
Nafsu, pada pandangan pertama tidak lebih dari reaksi biokimia tubuh yang
bercampur aduk di dalam darah, menguasai otak dan membuat kita ngarep terhadap
figur yang dipandang. Hormon pertama adalah Phenylethylamine (PEA) yang
bertanggungjawab akan perasaan euforia yang timbul ketika Anda melihat si dia.
Efeknya adalah Anda merasa berdebar-debar, bahagia, melayang, hiperaktif, dan
kehilangan nafsu makan.
Hormon berikutnya
adalah Dopamine yang terpicu oleh kandungan PEA sehingga Anda merasa nyaman dan
puas ketika melihatnya dan mengingat-ingat kejadian tentangnya. Inilah perasaan
cinta yang sering disebut-sebut orang itu. Masih ada sejumlah cocktail biokimia
lainnya yang terhubung dengan fenomena Cinta Pada Pandangan Pertama, namun saya
batasi hingga dua ini saja karena selengkapnya hanya dibahas dalam workshop.
Pelajaran 90
detik di hari ini adalah tidak ada keindahan romantisme dalam proses cinta
(baca: nafsu) pada pandangan pertama. Tidak pernah ada cinta dalam cinta pada
pandangan pertama. Itu adalah ilusi hormonal, misrepresentasi sosial, dan
manipulasi diri yang terjadi di dalam tubuh kita. Para peneliti di Face
Research Laboratory di University of Aberdeen menegaskan bahwa ketertarikan
pada tatapan pertama tersebut selalu berurusan dengan seks dan ego. Jika Anda
pikirkan seksama, itu bukan fondasi yang baik untuk sebuah hubungan romansa
jangka panjang.
Cinta Pada Pandangan Pertama, Cuma Mitos ~ sumber
Cinta Pada Pandangan Pertama, Cuma Mitos
4/
5
Oleh
onino mansah